JAKARTA(LKBK)-Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusan dalam penanganan dampak perubahan iklim melalui komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) 26 persen dari level business as usual (BAU) pada tahun 2020.
Komitmen tersebut ditindaklanjuti pemerintah dengan mengalokasikan anggaran sejumlah Rp 239.5 miliar pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pada tahun 2011 – 2014. Angka ini merupakan peningkatan anggaran yang signifikan dalam 4 (empat) tahun terakhir, melebihi yang tercantum di dalam RPJM pada tahun 2009-2014.
Anggaran tersebut tersebar di 16 Kementerian/Lembaga, yang dialokasikan untuk program adaptasi perubahan iklim sebesar Rp. 80,3 miliar, untuk mitigasi Rp. 144,9 miliar. dan kegiatan pendukung lainnya sebesar Rp 6,8 miliar.
“Alokasi anggaran perubahan iklim itu masuk ke dalam RPJM tahun 2011-2014 setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 61 Tahum2011 mengenai Rencana Aksi Nasional untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK),” ujar Dr. Endah Murniningtyas, Deputi Bappenas pada kegiatan paralel (parallel event) Konferensi PBB Perubahan Iklim (UNFCCC COP 19) di Warsawa, Polandia.
Menurut Endah, kegiatan penanganan perubahan iklim tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan masyarakat, baik secara nasional maupun internasional. Adapun menurut Bappenas perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk tahun 2010-2014 adalah sebesar 1,19 - 1,25 miliar dollar AS, dengan perkiraan skema 18% berasal dari pemerintah dan 82% dari pihak swasta.
Pada tahun 2012 Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan PBI No. 14/15/PBI/2012 mengenai pendanaan dan sistem perbankan di Indonesia, yang harus mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan didalam menilai kualitas aset.
Bank Indonesia telah menerapkan implementasi kebijakan green bankingdan pada tahun 2012 melakukan survey terhadap kesiapan pengoperasian green banking tersebut pada 16 Bank utama. “Hasil survey adalah 100% telah mengimplementasikan regulasi BI sebagai bagian dari asset quality assessment, dimana bank harus menanyakan debiturnya untuk memiliki analisa dampak lingkungan. Sejumlah 31,3% telah mengimplementasikan kebijakan tersebut dan memahami aturan dan implikasi dari UU Lingkungan No. 32/2009,” ujar Dr. Mulya E.Siregar, Asisten Gubernur BI.
Sementara peran Kementerian Keuangan adalah untuk mendukung aksi Mitigasi Perubahan Iklim dilakukan melalui kebijakan fiskal. “Pemerintah mendukung kegiatan energi terbarukan dan energi efisien, yang dilakukan melalui insentif pajak, dukungan pendanaan dan pengalokasian pendanaan,” ujar Dr. Irfa Ampri, Wakil Ketua Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Seminar yang berlangsung di Pavilion Indonesia ini menarik banyak pengunjung, baik dari delegasi negara maupun pihak lain terkait, yang ingin mengetahui perkembangan terkini mengenai perkembangan pembangunan ekonomi rendah karbon melalui mekanisme keuangan yang inovatif.
Kegiatan di Pavilion Indonesia merupakan bagian dari mempromosikan berbagai capaian dan kemajuan Indonesia dalam pembangunan rendah emisi karbon, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan berbagai pihak.*** (YS/JF/EM/ES)