» » Mengenang Mulyana, Mengingat Perjuangan Melawan Penindasan

Mengenang Mulyana, Mengingat Perjuangan Melawan Penindasan

Penulis By on Minggu, 01 Desember 2013 | No comments

JAKARTA – lkbkalimantan.com, Mengenang Mulyana adalah mengingat perjuangan melawan penindasan. Aktivis sejak sebagai mahasiswa Kriminologi FISIP Universiatas Indonesia (UI), namanya dikenal luas sebagai aktivis melawan penindasan Orde Baru.
                Lahir di Bogor 23 November 1948, Mulyana yang mempunyai analisis tajam dalam soal kriminologi, sebagai dosen UI, bukanlah staf pengajar yang menghabiskan waktu di kampus. Ia lebih banyak aktif di luar, berada dalam barisan rakyat tertindas, sehingga gelar akademisnya hanya doktorandus.
                Tetapi, meski bukan doktor, analisis Mulyana lebih tajam dari sebagian kriminolog yang bergelar doktor bahkan gurubesar. Daya analisisnya, sama tajamnya dalam soal perjuangan melawan penindasan hukum dan politik.
                Mulyana meninggal dunia di Jakarta Minggu (1/12) pukul 21.30 WIB. Tiga pekan silam, ia dirawat di RS Siloam Kebonjeruk. Seminggu dirawat, diperbolehkan pulang. Namun tiga hari kemudian kondisi drop, sehingga dirawat lagi di RS Dharmais.
                Setelah hampir dua minggu dirawat, kembali ke rumah Kamis (28/11). Kondisinya tak banyak kemajuan, karena penyakitnya sudah komplikasi stroke dan asma. Sejak Minggu siang, kondisinya menurun. Minggu malam, Mulyana berpulang.
                Sejak awal 1970-an, ia sudah sering dikejar-kejar intel Orde Baru. “Bersama sejumlah aktivis, kami pernah menyembunyikan Mulyana. Cincin emas keluarga dijual untuk biaya hidup Mulyana dalam pelarian,” ungkap Ali, adik Mulyana.
                Aktivitas sekitar perlindungan hukum bagi kaum lemah, membuat Mulyana pernah menjadi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Kemudian mendirikan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) bersama Hendardi dan Luhut MP Pangaribuan.
                Ia juga salah seorang pendiri Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), pernah Koordinator Dewan Penasehat. Mulyana juga pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), yang kemudian berlanjut menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
                Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 (Bara JP), Mulyana juga memberi sokongan moral yang luar biasa. Meski tidak ikut dalam struktur kepengurusan, tetapi ia memberi kebebasan kepada Bara JP untuk mengadakan rapat rutin di kantornya, dan berbagi analisis politik terkini kepada para pengurus Bara JP.
                Hingga akhir hayat, Mulyana masih tetap berusaha berjuang untuk memperjelas 15 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang belum jelas. Di suatu hari Sabtu awal November, ia mengundang sejumlah aktivis untuk berdiskusi, apa yang harus dilakukan atas 15 juta DPT bermasalah.
                Diskusi diadakan di kantor Sakti, Jl Percetakan Negara VB/15. Diskusi yang berlangsung dari sore hingga malam, sepakat, pembahasan dilanjutkan esok harinya, yaitu hari Minggu. Pada hari itu, kondisi Mulyana sudah lemah.
                Lanjutan diskusi hari Minggu, sesaat setelah diskusi selesai, ia pamitan karena merasa belum fit. Sesampai di rumah, kondisinya bertambah buruk, sehingga malam itu juga ia dirawat di RS Siloam.
                Ketika saya berkunjung ke Siloam, Mulyana masih menyempatkan diri mencari tahu perkembangan gugatan Memorandum of Understanding (MoU) antara KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), yang diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), di mana berkas gugatan disusun oleh Mulyana.
                Sekembali dari perawatan di Siloam, suatu hari ia menulis mengirim sms kepada saya: “Selamat siang Sihol. Saya sudah pulang, observasi dilanjutkan sembari berobat jalan. Saya tentu saja memanfaatkan kebebasan untuk untuk beraktivitas kembali.”

                Itulah sms terakhir yang saya terima dari Mulyana W Kusuma. Dia adalah guru saya, senior, mentor, sahabat saya. Selamat jalan Mas Mul. (Sihol Manullang)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya