JAKARTA - Rencana Impor gula kristal putih 350.000 ton sebaiknya dibatalkan. Alasan, stok gula nasional masih ada 800.000 ton lebih. Ini cukup untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, 2-3 bulan ke depan.
"Apalagi, musim giling tebu untuk memproduksi gula kristal putih konsumsi rumah tangga, sudah dimulai,'' kata Ismed Hasan Putro, Ketua Bidang Perdagangan, Pengurus Nasional, HKTI, di Jakarta Senin (28/4).
Alasan ke dua, demikian Ismet, impor yang akan dilakukan Bulog, jelas tidak sejalan dengan komitmen pemerintah untuk swasembada gula.
Jika impor dipaksakan, tentu sangat meresahkan dan mengancam petani tebu dan pabrik gula nasional, karena akan mengakibatkan semakin turunnya harga gula yang berdampak pada meruginya petani tebu.
''Sementara pemerintah, sampai saat ini tidak bertindak dan hampir tidak berdaya mengendalikan serbuan gula rafinasi impor ke pasar konsumen. Janji mengambil tindakan terhadap pelaku perembesan pula rafinasi, sulit dibuktikan," ungkap Ismet.
Fakta di lapangan, gula rafinasi impor leluasa dijual di pasar tanpa batasan.
Langkah impor gula melalui Bulog, hanya mempertegas bahwa komitmen agar dalam jangka panjang adanya peningkatan produktivitas Gula nasional hanya slogan kosong.
Sebaliknya, berpotensi gagal karena petani akan enggan menanam tebu. Lebih dari itu, kebijakan impor di saat stok gula mencukupi, akan memperbesar pasar Indonesia untuk gula impor.
"Lantas, kemana konsistensi komitmen nasional kita untuk Berdikari dan Berdaulat Pangan ? Apakah itu hanya Hipokrit, karena terlanjur kecanduan impor ?" pungkas Ismet dengan nada tanya. (sm)