» » MoU KPU - Lemsaneg Digugat Relawam Jokowi Ke DKPP

MoU KPU - Lemsaneg Digugat Relawam Jokowi Ke DKPP

Penulis By on Rabu, 09 Oktober 2013 | No comments

LKBKalimantan.com – Politik nasional dilanda gempa bumi melalui memorandum of undertanding (MoU) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), karena data rahasia yang seharusnya hanya untuk KPU, juga “diketahui” dan dimiliki lembaga lain.

“KPU sudah menyalahi kode etik, maka hal ini harus digugat ke Dewan Kehormatan Pelaksana Pemilu (DKPP), agar MoU tersebut dibatalkan,” kata Astro Girsang, lawyer Barisan Relawan Jokowi Presiden (Relawan Jokowi atau Bara JP) di Jakarta Rabu (9/10).

Didampingi Ketua DPP Syafti Hidayat, Astro mengatakan, gempa bumi politik nasional bukan hanya terjadi melalui MoU KPU-Lemsaneg, tetapi juga larangan KPU untuk menggunakan media sosial untuk mensosialisasikan program partai politik. Media sosial hanya diperbolehkan antara 16 Maret hingga 5 April 2014. KPU menjadi diktator.

“Gempa bumi lainnya adalah upaya pemerintah mengontrol Mahkamah Konstitusi (MK). Ada dugaan, hal ini adalah antisipasi agar sengketa Pemilu yang pasti akan terjadi dalam 2014 untuk Pemilihan Legistatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), ditangani hakim-hakim MK pro pemerintah,” kata Astro.

Ketiga peristiwa yang terjadi secara berurutan, tutur Astro, tidak bisa dianggap sebagai keadaan yang berdiri sendiri, diduga kuat sebagai sesuatu yang by design, di mana partai tertentu sudah gelap mata dan menempuh segala cara untuk memenangkan Pileg dan Pilpres 2014.

“Taruhannya sangat luas dan membawa implikasi besar, yang dengan sendirinya mengundang people power nasional. Kita harus menghindari gempa bumi politik nasional. Hanya satu cara, lawan,” tegas Astro yang juga Ketua DPP Bara JP Bidang Hukum.

Ketiga episentrum gempa, harus dilenyapkan, yaitu MoU KPU-Lemsaneg, larangan penggunaan larangan media sosial (sebab hal ini mustahil bisa dikontrol), dan upaya pemerintah mengkooptasi MK dengan senjata ampuh berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Keputusan menggugat MoU KPU-Lemsaneg dan dua topik lain yang dianggap menjadi gempa bumi politik nasional, diambil dalam rapat DPP Relawan Jokowi Selasa (8/10) malam. “Bahkan bukan hanya sebagai sebagai gempa bumi politik, tetapi sudah darurat politik,” tegas Astro.

Mengenai pelanggaran kode etik, menurut Relawan Jokowi dengan sangat jelas telah disampaikan mantan komisioner KPU, Mulyana W Kusumah. Sedangkan Lemsaneg yang berada langsung di bawah Presiden RI, bukan untuk menangani Pemilu, telah dijelaskan Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira.

Mulyana mengatakan, sesuai UU Nomor 15 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, khususnya Pasal 2 tentang Asas Penyelenggara Pemilu, menganut asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, menjunjung kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.

Dalam melaksanakan ketentuan tersebut, Peraturan Bersama antara KPU, Bawaslu dan DKPP tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, menentukan kewajiban menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya.

“Termasuk hasil rapat adalah rahasia, sampai batas waktu tertentu atau sampai masalah tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sepanjang tidak bertentangam  dengan Pasal 7 huruf c (Kode Etik Penyelenggara Pemilu ),” jelas Mulyana.

Untuk mewujudkan asas mandiri dan adil, Pasal 10 huruf c Kode Etik Penyelenggara Pemilu menegaskan, menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak lain.

Maka KPU harus teguh menjaga independensi, dengan mencegah dan menolak intervensi pihak lain. Bila sudah dituangkan dalam MoU, KPU harus membatalkan setiap bentuk kerja sama kelembagaan  yang berpotensi melanggar pasal-pasal Kode Etik Penyelenggara Pemilu,” tuturnya.

Praduga politik bisa menjadi benih kuat ketidakpercayaan publik terhadap hasil hasil Pemilu dan Pilpres. Maka MoU ini harus menjadi perhatian semua pihak yang masih peduli pada masa depan yang lebih baik,” kata Mulyana, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI).

Sedangkan Ketua DPP PDIP Adreas Pareira meminta agar DPR mendesak KPU membatalkan MoU dgn Lemsaneg, karena akan mempunyai implikasi buruk dan panjang bagi Pemilu 2014 dan demokrasi di Indonesia. Lemsaneg tidak dirancang untuk membantu penghitungan suara.

 “Keberadaan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), sesuai dengan struktur dan fungsinya, tidak dirancang untuk tugas pengamanan penghitungan suara pemilu, meskipun aspek keilmuan dan pengetahuan, harus digunakan membantu Pemilu,” katanya di Jakarta Selasa (8/10).

Dari aspek pengamanan data, apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyerahkan tugas ini pada Lemsaneg, maka KPU akan kehilangan otoritas, baik secara struktural maupun fungsional. Data penghitungan suara, by system akan berada di bawah kontrol Lemsaneg.

Lemsaneg secara struktural, hampir dipastikan akan lebih patuh pada atasannya, yaitu Presiden, yang nota bene juga adalah ketua parpol. Lemsaneg akan lebih taat kepada Presiden ketimbang kepada mitra MoU (yaitu KPU).

Proses demokratisasi yang sudah dengan susah payah dibangun di negeri ini, akan kembali rusak oleh pemilu yang tidak jurdil. Implikasi lainnya, akan terjadi pembengkakan anggaran Pemilu. ***(RJ)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya