YOGYAKARTA (LKBKalimantan.com) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatasi persoalan di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK). Perppu bernomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No.24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi itu ditandatangani pada Kamis,17 Oktober 2013 petang kemarin.
Menko Polhukan Djoko Suyanto menyampaikan hal ini dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Yogyakarta atau Gedung Agung,Kamis,17 Oktober 2013 malam .
"Dapat disampaikan, substansi inti dari Perppu MK yang baru saja ditandatangani Presiden memuat tiga hal utama, "kata Djoko Suyanto.
Pertama, penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi. Kedua, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Ketiga, perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.
Pada substansi yang pertama, untuk memperoleh hakim konstitusi yang makin baik, syarat hakim konstitusi, sesuai Pasal 15 ayat (2) huruf i. Ditambah 'tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi'.
Sedangkan pada substansi kedua, lanjut Djoko, proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sesuai dengan harapan dan opini publik. Hal ini tercantum pula dalam pasal 19 Undang-undang MK.
Para calon hakim konstitusi terlebih dahulu menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli yang dibentuk oleh Komisi Yudisial (KY). Panel Ahli beranggotakan tujuh orang, terdiri atas satu orang diusulkan oleh MA, satu orang oleh DPR, satu orang diusulkan Presiden, dan empat lainnya dipilih oleh KY. Para calon hakim konstitusi berasal dari usulan masyarakat dengan komposisi mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum, dan praktisi hukum.
"Perbaikan sistem pengawasan yang lebih efektif juga dilakukan dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen, dengan tetap menghormati independensi hakim konstitusi, "Djoko Suyanto menambahkan.
MKHK dibentuk bersama oleh KY dan MK dengan sususnan keanggotaan lima orang. Mereka terdiri atas satu orang mantan hakim konstitusi, satu orang praktisi hukum, dua akademisi yang salah satu atau keduanya berlatar belakang di bidang hukum, dan satu orang tokoh masyarakat.
Sebagaimana diketahui, dalam pertemuan konsultasi Presiden dengan pimpinan lembaga negara, 5 Oktober lalu, disepakati perlu diambil sejumlah langkah cepat dan tepat untuk membantu penyelamatan institusi MK pasca tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar. Salah satu langkah penyelamatan yang mengemuka pada saat itu adalah perlunya diterbitkan Perppu.
Presiden, ujar Menko Polhukam; berpandangan cukup alasan konstitusional untuk menerbitkan Perppu, khususnya untuk membantu MK kembali mendapatkan kepercayaan publik.
"Tentulah sangat berbahaya jika MK yang punya kewenangan sangat strategis untuk menjaga konsitusi bernegara, mengawal demokrasi, dan menegakkan pilar negara hukum, tidak lagi mendapatkan kepercayaan utuh. Apalagi, tahun depan kita menyelenggarakan Pemilu 2014, yang sangat strategis bagi keberlanjutan kehidupan berdemokrasi di tanah air, "Djoko menjelaskan.
Dalam proses penyusunan Perppu MK ini Presiden tidak hanya melibatkan anggota kabinet terkait --dalam hal ini Wakil Presiden, Kemenko Polhukam, Kemensesneg, Kemenkumham, dan Wantimpres-- melainkan juga mengikutsertakan para guru besar hukum tata negara, mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, serta ahli penyusun peraturan perundang-undangan.
Ketika menyampaikan keterangan pers ini, Menko Polhukam didampingi Mensesneg Sudi Silalahi dan Wakil Menkumham Denny Indrayana. ***(yor)