Jakarta - Berdasarkan hasil penelaahan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN)DPR RI terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2013 bahwa masih banyak terjadi kasus penyimpangan keuangan Negara di lingkungan BUMN, dan sebagian besar BUMN belum memiliki tata kelola (Good Corporate Governance/GCG) yang baik.
“Potensi kerugian Negara, dan kekurangan penerimaan di BUMN senilaiRp2,60 triliun,” ungkap Ketua BAKN Sumarjati Arjoso, hadir pula Anggota BAKN Eva Sundari dan Fahri Hamzah, saat Konferensi Pers di Gedung DPR, Rabu (20/11).
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester(IHPS)I Tahun 2013 terdapat 21 Objek Pemeriksaan terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hasil penelaahan BAKN DPR RI atas Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2013 terkait BUMN, BAKN menemukan ada 510 kasus penyimpangan keuangan Negara diantaranya sebanyak 234 kasus terkait kelemahan SPI dan sebanyak 276 kasus terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
“Dari total 510 kasus, sebanyak 93 kasus merupakan kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian,” papar Sumarjati.
BAKN DPR RI juga menyampaikan menemukan penyimpangan 28 kasus ketidakefektifan senilai Rp44,75 triliun di beberapa BUMN.Tingginya nilai ketidakefektifan di BUMN mengindikasikan bahwa pengelolaan kegiatan di BUMN tidak tepat sasaran.
Lebih lanjut, Sumarjati mengatakan bahwa hasil penelaahan BAKN terhadap Hasil Pemeriksaan BPK RI atas BUMN tersebut, BAKN DPR RI berkesimpulan bahwa memisahkan kekayaan BUMN dari Keuangan Negara sebagaimana diinginkan oleh beberapa pihak yang mengajukan Judicial Riview terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi adalah tidak tepat dan harus ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Menurut BAKN, Hal ini didasarkankarena bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yaitu ayat (2) Cabang-cabang Produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, kemudian ayat (3) Bumi dan air dan Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Yang harus dipisahkan adalah pengelolaan BUMN, yang harus profesional dan independent dengan melepaskan campur tangan politik dan kekuasaan pada bisnis BUMN,” tegasnya.***(as) foto:wahyu/parle