» » » Korsup Minerba,Upaya KPK Cegah Korupsi Pertambangan

Korsup Minerba,Upaya KPK Cegah Korupsi Pertambangan

Penulis By on Kamis, 27 Maret 2014 | No comments

JAKARTA-Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia melimpah, namun masih banyak terjadi ironi akibat buruknya tata kelola. Hasil kajian KPK di sektor ini, ada sedikitnya 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan yang diamanatkan UU, namun belum selesai hingga saat ini. Antara lain renegosiasi kontrak (34 KK dan78 PKP2B), peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation).
Hal itu diungkapkan Johan Budi,SP Humas Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Siaran Persnya belum lama ini di Jakarta.
Selanjutnya,kata Johan Budi,lima persoalan lainnya, yakni pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang, penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan  Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pengoptimalan penerimaan negara.
“Karena itu, KPK melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi. Ini dimaksudkan untuk mengawal perbaikan sistem dan kebijakan pengelolaan PNBP mineral dan batubara,”kata Johan Budi,SP.
Menurut Johan Budi,dari rekapitulasi data per 3 Februari 2014 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, terdapat 10.918 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.041 telah berstatus clean & clear (CNC) dan 4.877 sisanya berstatus non CNC. Sedangkan pada 12 provinsi itu, terdapat 7.501 IUP dengan 4.365 berstatus CNC dan 3.136 non CNC.
Ditjen Minerba juga,kata Johan Budi,mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar 1.308 miliar rupiah, terdiri dari iuran tetap 31 miliar rupiah atau 2,3 persen dan royalti sebesar 1.277 miliar atau 97,6 persen. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan korsup sebesar 905 miliar rupiah atau 69 persen dari total piutang. Terdiri dari iuran tetap sebesar 23 miliar rupiah dan royalti sebesar 882 miliar rupiah. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi itu.
“Tak hanya soal status CNC, persoalan lain adalah masih banyaknya perusahaan pemegang IUP yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data Ditjen Pajak Maret 2014, ada 7.754 perusahaan  pemegang IUP, 3.202 di antaranya belum teridentifikasi NPWP-nya,”ujar Johan Budi,SP.
Adapun rincian jumlah IUP per provinsi,kata Johan Budi, sebagai berikut, Jambi 398 IUP, Sumsel 358 IUP, Bangka Belitung 1085 IUP, Kepulauan Riau 160 IUP, Kalbar 682 IUP, Kalteng 866 IUP, Kaltim 1.443 IUP, Sulteng 443 IUP, Sulsel 414 IUP, Sultra 472 IUP, dan Maluku Utara 335 IUP. Total dari 12 provinsi, terdapat 7.501 IUP dan 3.136 di antaranya berstatus non CNC.
“Saat ini, kegiatan korsup KPK dilakukan di Kalimantan Selatan pada 26-28 Maret 2014. Korsup dilakukan di provinsi, 11 kabupaten dan 2 kota. Di Kalsel, terdapat 845 IUP. Sebanyak 441 IUP atau 52 persen di antaranya masih berstatus non CNC. Yang paling banyak, terdapat di Kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut, sebanyak 194 IUP dan 147 IUP,”katanya
Kata Johan Budi,persoalan IUP tumpang tindih dengan kawasan hutan juga terjadi di provinsi ini. Tumpang tindih antara lain terjadi pada 20 ribu hektar kawasan hutan lindung, hampir empat ribu hektar hutan konservasi dan 379 ribu hektar kawasan HP, HPK, dan HPT. Dari hasil kajian KPK, tidak ada satupun daerah di provinsi ini yang mencantumkan data jaminan pascatambang. Sedangkan data jaminan reklamasi, hanya dicantumkan oleh 20 IUP dari 845 IUP yang ada, senilai 5,5 miliar rupiah.
“Karena itu, sebagai bukti komitmen KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan keuangan negara, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah,”ungkapnya.
Sebulan terakhir,menurut Johan Budi, KPK telah melakukan kegiatan Korsup di tiga provinsi, yakni Sulawesi Tengah pada 19-21 Februari 2014, Kepulauan Riau pada 5-7 Maret 2014 dan Kalimantan Timur pada 12-14 Maret 2014. Saat ini, KPK juga akan mengunjungi Kalimantan Selatan pada 26-28 Maret 2014.
Awal Februari lalu,lanjut Johan Budi, KPK bersama 12 kepala daerah telah menyepakati rencana aksi Korsup atas sejumlah persoalan. Rencana aksi itu terkait lima hal, yakni penataan izin usaha pertambangan, pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan minerba, pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan minerba, pelaksanaan kewajiban pengolahan hasil tambang minerba dan pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan hasil tambang minerba. Ini akan berlangsung selama Februari-Juni 2014.
“Ini dilakukan atas dasar bahwa pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya mineral harus dilakukan sesuai dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 33, serta UU No. 4  Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Intinya, pengelolaan sumberdaya mineral untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,”ujarnya.

UU ini jug,kata Johan Budi,SP, mengamanatkan kewajiban untuk melakukan penciptaan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. “Penciptaan nilai tambah dilakukan sejak dari kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara,”pungkas Johan Budi,SP selaku Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam siaran persnya.***(A/lkbk)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya