» » » Program 100 Hari Pertama Sangat Menjadi Perhatian Publik

Program 100 Hari Pertama Sangat Menjadi Perhatian Publik

Penulis By on Rabu, 04 Juni 2014 | No comments

Oleh : Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyono


Program 100 Hari pertama yang dijalankan presiden baru selalu menarik perhatian publik. Ini pula yang menjadi kesukaan pers dan media massa. Tendensinya bersifat kritis. Kira-kira yang hendak diberitakan adalah kurang berhasilnya program itu.

"Ternyata tidak ada yang luar biasa. Tidak ada perubahan," begitu komentar yang lazim dilontarkan.

Atau komentar-komentar seperti ini.

"Mana gebrakannya?"

"Pemerintah ini gagal total. Apa yang dijanjikan dalam kampanye tidak bisa dibuktikan."

Menghadapi komentar miring seperti ini jika Anda menjadi presiden mendatang, saran saya Anda tidak perlu terganggu. Tetaplah berhati dan berkepala dingin. Terus jalankan apa yang Anda ingin lakukan di tiga bulan pertama pemerintahan yang Anda pimpim. The show must go on.

Pada akhir tahun 2004 yang lalu, Program 100 Hari pertama saya lebih saya gunakan untuk mengonsolidasikan jajaran lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah. Saya berikan briefing kepada jajaran kabinet dan juga para gubernur. Apa yang menjadi visi, misi dan intensi saya sebagai presiden. Termasuk agenda dan prioritas yang harus dijalankan pemerintah untuk periode lima tahun ke depan. Mereka semua akan berlayar dalam 'satu perahu' dengan saya, sehingga harus terbangun saling kepercayaan di antara kami. Trust.

Minggu awal dari program 100 Hari itu juga gunakan untuk saya berkunjung ke sejumlah lembaga dan instansi yang memiliki peran penting, serta pula yang banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Tujuan saya agar mereka bekera makin profesional dan sungguh-sungguh, sehingga kinerjanya menjadi meningkat. Yang saya kunjungi antara lain adalah Direktoral Jenderal (Ditjen) Pajak, Diten Bea dan Cukai, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung.

Tetapi, seperti sudah menjadi suratan sejarah, Program 100 Hari saya pasca-Pemilu 2004 tersebut tidak terlaksana sesuai rencana, karena Indonesia mengalami musibah besar. Aceh dan Nias mengalami gempa bumi dan tsunami. Sebuah bencana alam terdahsyat dengan korban terbesar pada awal abad ke-21. Tentu saja pikiran dan hari-hari saya segera beralih untuk melakukan berbagai tindakan tanggap darurat dan pemulihan keadaan di Aceh dan Nias pascabencana tersebut.

Memang, sinisme dan kritik pers dan publik dalam Program 100 Hari pertama di akhir tahun 2004 dulu relatif fair. Tidak berlebihan. Kalau saya telaah mengapa pers tidak terlalu keras barangkali karena sebagai presiden baru mereka masih relatif berpihak kepada saya. Kemudian, sebagaimana saya ceritakan sebelumnya, tiba-tiba Indonesia berduka. Program 100 Hari tidak menjadi isu yang menarik lagi.

Tahun 2009 situasinya menjadi lain.

Dalam menyoroti Program 100 Hari yang dijalankan pemerintah dunia pengamat dan pers jauh lebih kritis jika dibandingkan dengan tahun 2004.

Sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, dalam satu kesempatan saya menerima wawancara RCTI, sebuah televisi terkemuka di Indonesia. Wawancara itu dilaksanakan di Istana Cipanas, dan berlangsung dalam suasana yang santai. Pewawancaranya adalah Putra Nababan, seorang tokoh muda pers. Meskipun pertanyaan-pertanyaannya kritis, tetapi tetap konstruktif. Justru dengan pertanyaan kritis seperti itu saya memiliki kesempatan untuk menjelaskan banyak hal kepada rakyat Indonesia.

Pertanyaan yang dilontarkan kepada saya antara lain adalah sebagai berikut:

"Pak SBY banyak yang menilai bahwa Program 100 Hari pemerintah tidak berjalan dengan baik. Bahkan ada yang mengatakan bahwa janji-janji kampanye Bapak dalam Pemilu 2009 yang lalu tidak bisa diwujudkan. Apa komentar Pak SBY?"

Sebuah pertanyaan yang saya nilai relevan.

"Bung Putra, ada dua hal yang ingin saya jelaskan. Pertama, kontroversi dan kritik dari masyarakat itu saya anggap wajar. Saya menghormatinya. Itu yang saya lakukan selama lima tahun lebih ini. Saya pun sesungguhnya juga mendengarkan kritik-kritik itu".

Kemudian saya lanjutkan jawaban saya.

"Sedangkan yang kedua, yang saya kampanyekan dalam Pilpres 2009 yang lalu adalah apa yang hendak pemerintah lakukan selama lima tahun ke depan. Apa saja agenda dan prioritasnya, baik itu di bidang ekonomi, politik, hukum, keamanan, hubungan internasional, maupun kesejahteraan rakyat. Tentu semua itu tidak mungkin diwujudkan dalam waktu 100 hari. Yang bisa saya capai dalam 100 hari ya sasaran 100 hari pertama," demikian kurang lebih jawaban saya.

Pesan saya kepada para Presiden Indonesia mendatang, jika Anda mendapat banyak kritik dan komentar miring ketika baru saja Anda memulai menjalankan tugas, jangan terlalu terperanjat. Apa pun komentar dan kritik yang Anda terima teruslah fokus pada pekeraan. Teruslah bekerja. Tak perlu patah semangat. Anggaplah itu ujian awal. Anda harus lulus, karena ujian ujian berikutnya biasanya akan jauh lebih berat.

Tanpa bermaksud menggurui atau mengajari Anda para pemimpin mendatang, saya ingin berbagi apa yang saya jadikan Agenda 100 Hari saya setelah saya dilantik sebagai presden tanggal 20 Oktober 2004. Agenda 100 Hari ini juga saya sampaikan kepada para menteri dan segenap anggota kabinet pada Sidang Kabinet Paripurna yang pertama tanggal 22 Oktober 2004 di Jakarta.

- Review APBN 2oo5 
- Kunjungan ke daerah konflik
- Review dan pengecekan langkah-langkah pemerantasan korupsi
- Review dan pengecekan langkah-langkah pemberantasan terorisme
- Review dan pengecekan langkah-langkah pemberantasan illegal logging
- Konsultasi awal dengan DPR dan DPD
- Konsultasi awal dengan MA, MK, dan BPK
- Review kebijakan dan langkah-langkah pengelolaan utang
- Review kebijakan dan program pengurangan pengangguran
- Review kebijakan dan program pengurangan kemiskinan
- Review kebijakan dan program pendidikan
- Review kebijakan peningkatan investasi
- Revitalisasi kerja sama internasional 

Jika Anda membaca keseluruhan agenda 100 hari yang saya sampaikan tadi, pasti Anda mengerti apa yang menjadi prioritas saya dan sekaligus yang menjadi perhatian masyarakat luas. Itu juga yang dulunya saya sampaikan dalam kampanye Pemilihan Presiden tahun 2004. ***

*) Dikutip dari: Susilo Bambang Yudhoyono, 2014, Selalu Ada Pilihan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, halaman 520 - 523.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya