» » » » Resiko Seorang Pemimpin

Resiko Seorang Pemimpin

Penulis By on Sabtu, 07 Desember 2013 | No comments

 Oleh : Ustadz H.Uti Konsen U.M.
Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya kalian akan berlomba – lomba mendapatkan jabatan, padahal kelak di akhirat akan menjadi sebuah penyesalan“ ( HR.Bukhari dari Abu Hurairah ).”Jabatan adalah puncak keriyaan, kesenangan jiwa dan sasaran tipu daya setan. Orang saleh tidak mau menerima jabatan publik kecuali terpaksa“,kilah Abu Bakar Al-Anthaki. Al Muzani ketika akan wafat memberi nasehat “Wahai sahabatku, jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan. Hati-hatilah dengan jabatan.Sebab sekecil apa pun bentuknya, ia sangat kuat memaksa dirimu untuk berlaku semena-mena dan menyimpang. Tak ada jabatan yang kosong dari celah penyelewengan. Hati – hatilah dengan jabatan yang kau pegang. Peganglah jabatan itu jika engkau mampu. Namun lepaskanlah jabatan itu jika engkau tidak mampu memegangnya dan memenuhi haknya“.
Dalam ajaran Islam, kredibilitas merupakan salah satu faktor dipilihnya seorang menjadi pemimpin. Karena, jabatan merupakan amanah yang memiliki pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Begitu beratnya tanggung jawab sebagai pemimpin, hingga Rasulullah saw bersabda “Apabila seorang hamba ( manusia ) yang diberikan kekuasaan memimpin rakyat mati, sedangkan di hari matinya dia telah mengkhianati rakyatnya, maka Allah swt mengharamkan surga kepadanya“ ( HR.Bukhari – Muslim ). Karena itu ketika Umar bin Abdul Aziz dibaiat sebagai khalifah, beliau bukannya merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun“. Beliau tahu betul di balik pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya, sebagai amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggung jawabkan,kelak di akhirat.Ketika Umar bin Abdul Aziz memeriksa daftar sertipikat tanah, ia menemukan bahwa ayahnya Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, memiliki perkebunan kurma yang sangat luas dan subur di Khaibar, dekat Madinah. Harta itu diwariskan kepadanya. Akhirnya kebun itu diserahkan menjadi milik Negara (  Baitul Mal ).Beliau juga melarang aparat Negara dan rakyat menyiksa hewan. Kepada Hayyan, pejabatnya di Mesir, Umar menyatakan pengangkut barang dilarang dimuati melebihi 600 rith ( 240 kg ). Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, beliau  masih sempat melayani tamunya oleh dirinya sendiri. Dia masih mau membetulkan lampu miliknya yang rusak.Dia tidak pernah membebani pembantunya. Dia masih mau menyediakan makanan dan minuman untuk tamu yang datang . Bagaimana komentar isterinya setelah suaminya ,Umar bin Abdul Aziz wafat ?“ Demi Allah,perhatiannya kepada kepentingan rakyat lebih besar daripada perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Dia telah serahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan  rakyat “.
Contoh lain, Ibnu Umar RA merupakan salah satu dari pembesar yang telah menghilangkan keterikatan hatinya dengan dunia, sehingga ia menolak untuk menjadi khalifah meskipun kalau dilihat dari sisi kapasitasnya, ia mampu memegang kendali pemerintahan pada saat itu, akan tetapi beliau menolaknya karena mengikuti peringatan  Rasulullah saw kepada Abdurrahman bin Samurah   “Engkau jangan melamar ( meminta ) jabatan ( pimpinan ), sebab jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu,maka akan diserahkan kepadamu semuanya.Sebaliknya jika jabatan itu diserahkan kepadamu tanpa permintaanmu,maka akan dibantu untuk mengatasinya“ ( HR. Bukhari-Muslim – Al Lu’lu wal Marjan ).Ibnu Umar RA tidak ingin jabatan duniawiyah membuatnya lupa diri dan menjauh dari Allah swt. “Apalah artinya kedudukan di dunia yang hanya sesaat , apalagi sampai melupakan akibat panjang di akhirat yang akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak dihadapan Alllah“ demikian asalan  beliau. Apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar itu adalah kezuhudan .Zuhud bukan berarti tidak membutuhkan materi dan sarana kesenangan hidup di dunia. Zuhud adalah menjadikan semua perangkat kehidupan seperti harta, jabatan, fasilitas,rumah, kedaraan dan lain-lain menjadi sarana untuk meraih kerdihaan Allah dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Umar bin Khattab RA ketika menjadi khalifah, tidak pernah terlelap dalam tidur, siang atau malam. Ketika ditanya tentang sebabnya, beliau menjawab “Jika aku tidur di waktu siang, urusan rakyatku akan terbengkalai. Sedangkan jika aku tidur di waktu malam, urusan Tuhanku terabaikan“. Beliau ketika menjadi khalifah pernah mengobati penyakit kudis dengan tangannya sendiri sembari berkata “Sungguh aku takut di mintai pertanggungjawaban tentangnya“.Pada masa pemerintahan beliau, umat Islam di sekitar Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Saat itu Umar bin Khattab RA bersumpah “Saya tidak akan mengecap minyak samin dan makan daging. Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan yang mereka derita“. Umar kemudian melanjutkan “ Kalau Negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya, tapi kalau negara dalam kesulitan biar saya yang pertama kali merasakannya“.

Ketika Abu Dzar Al Ghifari RA meminta suatu jabatan kepada Nabi saw, beliau bersabda “Wahai Abu Dzar,  Jabatan itu adalah amanah, ia adalah nista dan penyesalan  di hari kemudian, kecuali yang menerimanya dengan hak ( sesuai aturan mainnya ), dan menunaikan kewajibannya“. ”Doeloe“ ada seorang saleh yang diminta untuk memimpin lembaga peradilan. Orang saleh tersebut berkonsultasi kepada gurunya “Wahai guru, apabila aku jadi diangkat sebagai hakim, tidak ada yang akan aku lakukan kecuali amar makruf dan nahi mungkar“. Sang guru berkata “Sebenarnya apa yang ada dalam benakmu tersebut hanyalah tipu daya setan. Sebab orang – orang sebelummu tidak mampu menegakkan apa yang engkau ucapkan“. Muhammad bin Al Wasi berkata “Orang yang pertama kali didakwa pada hari kiamat adalah para hakim, dan sangat sedikit dari mereka yang selamat“. Fudhail bin Iyadh bertutur, “Orang yang mencintai kekuasaan senang menceritakan aib orang lain dan membenci untuk menceritakan kebaikan orang demi menjaga kewibawaannya dan mempertahankan kekuasaannya“. Imam Syafei memberi nasehat“ Jauhilah orang yang suka mencari kedudukan atau meminta jabatan. Sebaliknya dekatilah orang-orang yang meninggalkan kekuasaan dan membenci kedudukan“....Wallahualam.***(Sumber : sulingketapang.blogspot.com)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya