» » » » » Sertifikasi Gratis, Membuka Gerbang Mewujudkan Negeri Swa Sembada Pangan (Bagian Tiga-Habis)

Sertifikasi Gratis, Membuka Gerbang Mewujudkan Negeri Swa Sembada Pangan (Bagian Tiga-Habis)

Penulis By on Kamis, 28 November 2013 | No comments

Sertifikat Gratis

Program sertifikasi  selama ini dikenal dengan nama Prona, kemudian ada juga untuk nelayan, tanah pertanian, UKM, rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dan ada yang namanya restribusi TOL (Tanah Objek Land Reform)

TOL adalah tanah negara yang belum termanfaatkan dengan optimal, "Yang kemudian oleh kita dijadikan tanah yang dibagikan kepada masyarakat. Siapa masyarakat yang mendapatkan? Yang menjadi prioritas adalah penggarap yang tidak memiliki tanah sendiri, baru kemudian yang lainnya. BPN Ketapang khususnya punya program strategis untuk mensertifikasi tanah TOL tersebut sejumlah 4200 bidang, dimana 1 bidang itu minimal 5000 meter maksimal 5 hektar," papar A. Halim Nasution, Kepala BPN Ketapang.

"Program inilah yang kemudian masuk ke program pencetakan sawah. Karena percetakan tanah kan memang ditujukan untuk masyarakat. Makanya kita bersinergi dengan Pemda dan BUMN untuk mengambil peran masing-masing," lanjut Halim.

BPN, kata Halim,  masuk dengan sertifikasi, dengan harapan ketika tanah sudah bersertifikat maka tidak akan terjadi alih fungsi. Karena dalam sertifikat ada klausul tidak dapat dialihfungsikan selama 10 tahun sejak sertifikat dikeluarkan. 

Proses sertifikasi ini cukup panjang karena memang ada tahapan-tahapan dalam membuat sertifikat. Proyek ini sudah didengar pada akhir 2012 tetapi baru running pada April 2013 dan saat ini sebagian besar tanah sudah selesai proses sertifikasinya. "Mulai dari April 2013 itulah kami terus melakukan konsolidasi dengan Pemda. Kanwil BPN Kalimantan Barat juga merespon dengan baik, untuk kegiatan sertifikasi TOL. Sekarang kita sudah menyelesaikan 3200 bidang untuk sertifikat hak milik langsung atas nama petani," papar Halim. 

Nah, jika di BPN ada program reforma Agraria yang tercantum dalam tap MPR, program  ini adalah contoh kongkrit. Program tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh BPN Ketapang yang ternyata mampu mendukung program ketahanan pangan yang ingin diwujudkan pemerintah. 

Singkong Sang Primadona

Tak hanya sawah, BPN Ketapang juga telah memberikan sertifikat gratis untuk lahan di Nangatayap. "Lahannya akan ditanami singkong. Mayora akan membangun pabrik tapioka yang akan menampung singkong para petani," Halim menjelaskan.

Lahan seluas 2000 hektar disiapkan. Sementara Mayora memastikan akan membeli seluruh hasil panen singkong yang dihasilkan petani. 

Keberanian Mayora membangun pabrik di Ketapang tak lepas dari kepastian akan pasokan bahan baku. Dan ketersediaan bahan baku singkong. Tak lepas dari semangat para petani yang menanam singkong di lahan mereka yang sudah bersertifikat. "Sama seperti petani padi, petani yang menanam singkong juga merasa mendapat kepastian hukum atas kepemilikan tanahnya. Sehingga mereka sangat bersemangat menanam lahan mereka dengan singkong,"

Petani tak usah cemas singkong mereka tidak akan tertampung. Pasalnya Mayora adalah perusahaan makanan yang jaringan pasarnya sudah ytersebar di 80 negara. Produk-produknya sudah sangat dikenal masyarakat dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Yang sangat menjanjikan adalah, Mayora akan membeli singkong-singkong dari petani dengan harga Rp400 per kilogram. "Beda dengan sawit yang harganya ditentukan oleh pasar. Jika hasil melimpah maka harga sawit akan turun. Untuk singkong tidak demikian," Halim menjelaskan.

Keuntungan besar sudah menghadang para petani. Satu pohon singkong akan menghasilkan puluhan kilo singkong. Nah, bisa dibayangkan hasil yang akan diperoleh petani jika dia memiliki minimal 2 hektar lahan. "Tak heran, jika kedepannya pengusaha sawit akan beralih menanam singkong," ujar Halim sembari tersenyum.

Yang lebih menggiurkan, jika pemilik lahan bekerja sama dengan perusahaan untuk menanam sawit, ujung-ujungnya si petani hanya memperoleh 20 persen dari total sawit yang dihasilkan. Sisanya yang 80 persen justeru akan dikuasai oleh perusahaan. Ini berarti, nasib petani tak akan berubah. Beda kerjasama antara pengusaha dengan petani singkong, seluruh hasil panen singkong murni menjadi milik petani. Meski segala persiapan untuk penanaman singkong dibantu oleh perusahaan swasta dalam hal ini Mayora.

Program singkong, papar Halim, harus melalui  tiga tahapan, pertama sosialisasi dengan masyarakat, yang kedua sertifikasi dan sekarang dalam proses ini,pengukuran sudah berjalan dan akhir Oktober diharapkan atau pertengahan November sudah selesai dan yang ketiga para penggarap akan masuk dalam tahap land clearing.

Proses land clearing juga akan dibantu Mayora, akan ada traktor untuk memotong pohon-pohon besar dan mencabut akarnya. Untuk kebun singkong harus benar-benar bersih. Proses land clearing nya lebih berat tetapi hasilnya akan sangat menjanjikan.

"Program ini juga mendukung program ketahanan pangan dan diversifikasi bahan pokok. Dan memang terkait ketahanan pangan ini agar lahan yang ada tidak dikonversi. Dengan begitu BPN  menjadi lembaga yang bisa mengerem dan mengontrol pengalihan fungsi lahan yang ada," ujar Halim.***(Julie Indahrini)
> Foto : Kepala Kantor Badan Petanahan Nasional Ketapang Drs.H.A.Halim Nasution,SH,CN,MSi.**(doc.lkbk)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya